Rasulullah Saw bersabda:
“Aku datangi pintu surga di hari qiyamat, lalu aku dibukakan. Maka sang penjaga syurga bertanya, “Siapa anda?”
Aku katakan, “Muhammad,”. Lalu dia berkata, “Demi dirimulah aku diperintahkan agar tidak membuka (pintu syurga) bagi siapa pun sebelum dirimu…”
Ahlul Ilmi Billah (para Ulama Billah) telah mengetahui bahwa syurga adalah pintu kebajikan Ilahi yang abadi. Tidak akan dibuka kecuali dibuka oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw, dan dialah sang pembuka bagi kebaikan dunia dan akhirat. Mengetahui akan perilakunya merupakan rahasia pengetahuan pada Allah Ta’ala. Siapa yang ingin dibukakan pintu-pintu kebaikan dunia dan akhirat, ia harus menggantung pada nya. Karena disana tersembunyi rahasia ma’rifat.
Hakikat ilmu ma’rifat
Ilmu ma’rifat adalah ilmu tentang Allah Ta’ala. Yaitu Cahaya dari Cahaya-cahaya Yang Maha Agung, dan perilaku dari berbagai perilaku utama.
Dengan pengetahuan ma’rifat itu Allah memuliakan hati para cendekiawan, kemudian Allah merias dengan keindahanNya yang bajik, dan keagunganNya.
Dengan ma’rifat pula, Allah mengistemewakan ahli kewalian dan pecintaNya.
Dengan ma’rifat Allah memuliakannya di atas seluruh ilmu mana pun. Manusia, mayoritas alpa atas kemuliaan ma’rifat, bodoh atas kelembutan-kelembutan ma’rifat, lupa atas keagungan getarannya, apalagi mereka juga lupa atas makna-makna terdalamnya, yang tak akan ditemui kecuali oleh orang yang memiliki hati yang berserasi denganNya.
Ilmu ma’rifat ini merupakan asas, dasar, dimana seluruh ilmu pengetahuan dibangun. Dengannya pula kebajikan dua rumah dunia dan akhirat tergapai, kemuliaan terengkuh.
Dengan ilmu ma’rifat, aib-aib diri terkuak. Anugerah Ilahi dikenal, keagunganNya diketahui, begitu pula keparipurnaan KuasaNya.
Dengan ilmu ma’rifat itu, rahasia hamba terbang dengan sayap-sayap ma’rifat, dalam kelembutan sutera Qudrat, berjalan menuju pangkal kemuliaan. Berwisata di taman Al-Quds. Maka seluruh ilmu manakala tidak ber[padu dengan ma’rifat tidak pernah sempurna. Dan amal perbuatan tidak akan rusak kecuali jika mailmu ma’rifat itu sirna. Tidak ada yang menghuni pengetahuan itu kecuali hati yang dipandang oleh Allah Ta’ala, dengan pandangan Kasih dan Sayang. Kemudian Allah menteskan hujan penghayatan pemahaman yang dalam, lalu menabur aroma yaqin dan kecerdasan. Allah menjadikannya sebagai tempat akal dan firasat, menyucikannya dari kotoran kebodohan dan kealpaan, meneranginya dengan dian-dian ilmu dan hikmah. Allah swt berfirman:
Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dari kalian, dan orang-orang yang diberi ilmu (tentang Allah).
Setiap arif pastilah takut penuh rasa cinta dan bertaqwa menurut kadar pengetahuannya pada Allah ta’ala, karena firmanNya:
“Sesungguhnya yang takut penuh cinta pada Allah dari hamba-hambaNya adalah para Ulama (billah)”.
Dengan cahayaNya godaan syetan bisa dikenal, sekaligus bisa menjadi pertahanan atas tindak maksiat dan dosa, peringatan bagi bencana-bencana hasrat.
Allah swt, berfirman:
“Bukankah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah bagi Islam adalah orang yang berada dalam pancaran cahaya Tuhannya?”
“Siapa pun yang Allah tidak menjadikan baginya cahaya, maka baginya tidak mendapatkan cahaya.”
Dalam hadits dijelaskan, “Sebagian ilmu ada yang seperti perbendaharaan terpendam, dimana tidak diketahui kecuali oleh ahlul ilmi (Ulama) Billah, dan tidak diingkatri kecuali oleh kalangan yang terkena tipudaya.
Ada seseorang datang kepada Nabi saw, lalu bertanya, “Amal apakah paling utama?” Nabi saw, menjawab, “Mengetahui Allah.”
Aku (Allah) adalah perbendaharaan yang tersembunyi (Ghaib), Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, maka aku ciptakanlah mahluk. Oleh karena itu Aku memperkenalkan DiriKu kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku (Hadits Qudsi)
Pendahuluan
Sebelum kita melangkah lebih lanjut dengan pembahasan mengenai Ma’rifat, maka ada baiknya kita memahami dulu apa sebenarnya Tasawuf itu. Karena Ma’rifat sangat erat hubungannya dengan tasawuf.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf, Harun Nasution, misalnya menyebutkan 5 istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah, (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa yunani : hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan Tasawuf.
Sedangkan dari segi Linguistik (kebahasaan) Tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Sedangkan dari segi istilah Tasawuf adalah upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Tasawuf adalah merupakan bagian dari perkembangan ilmu Islam. Tasawwuf selalu menjadi perbincangan dalam setiap kurun waktu seiring dengan perjalanan sejarah umat Islam itu sendiri.
Tasawwuf adalah fase kelanjutan umat islam dalam pencariannya terhadap Dzat Tunggal. Mereka berupaya mendaki maqam-maqam tasawwuf. Diantara konsep taswwuf tentang maqamat, terma ma’rifat termasuk yang menrik untuk dikaji lebih mendalam.
Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawwuf adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an dan Hadits dengan tujuan utamanya amar ma'ruf nahi munkar.
Pengertian Ma’rifat
Dari segi bahasa Ma’rifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang bisa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifat adalah pengetahuan yang objeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam bathinnyadengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan dan hakikat itu satu dan segala yang maujud berasal dari yang satu. Selanjutnya ma’rifat digunakan untuk menunjukkan pada salah satu tingkatan dalam tasawuf. Ma’rifat muncul seiring dengan adanya istilah Tasawwuf, dimana dalam Tasawwuf (dalam hal ini para sufi ‘) berusaha melakukan pendekatan dan pengenalan kepada Allah untuk mencapai tingkat ma’rifatullah yang tinggi. Disaat itulah mulai dikenal istilah Ma’rifat.
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi atas ma’rifat, ada baiknya kita mendalami kata ini secara komprehensif menurut pandangan dari sufi pertama yang berbicara tentang ma’rifat yang spesifik tentang tasawwuf yaitu Dzunnun al-Mishri, beliau berpendapat bahwa “Ma’rifat Sufistik pada hakekatnya adalah ‘irfan atau Gnost. Tujuan ma’rifat menurut beliau adalah berhubungan dengan Allah, musyahadat terhadap wajah Allah dengan kendalinya jiwa basyariyah kepada eksistensinya yang inhern, wasilahnya dan mujahadah olah spiritual. Ma’rifat datang ke hati dalam bentuk kasyf dan Ilham.
Dalam arti Sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui hati sanubari. Pengetahuan ini lengkap dan jelas sehingga jiwa merasa satu dengan Allah.
Prof DR Harun Nasution, mengatakan bahwa ma’rifat menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan sanubari. Dalam artian mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati-sanubari dapat melihat Tuhan. Oleh karena itu orang-orang sufi mengatakan :
1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanyalah Allah.
2. Makrifat adalah cermin, kalau seorang yang arif melihat ke cermin maka yang dilihatnya hanyalah Allah.
3. Yang dilihat orang arif saat tidur dan bangun hanyalah Allah.
4. Sekiranya Ma’rifat mengambil bentuk materi, semua orang yang melihatnya akan mati karena tak tahan melihat kecantikan dan bentuk keindahannya, dan semua cahaya akan menjadi gelap disamping cahaya keindahan yang gilang gemilang.
Dari beberapa definisi di atas dapat kita fahami bahwa ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia Allah dengan hati sanubari. Tujuan yang ingin dicapai ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan.
Sebagaimana dikemukakan al-Kalazabi, ma’rifat datang sesudah mahabbah, hal ini disebabkan karena ma’rifat lebih mengacu pada pengetahuan sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan.
Ma’rifat dalam arti harfiah adalah Pengenalan seorang Hamba terhadap Tuhannya, dalam hal ini adalah Allah, karena tujuan utama dari seorang hamba adalah mengenal Tuhannya dengan baik dan berusaha mencintaiNya.
Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya." (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah di raihnya maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan lain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah). Ma’rifat kepada Allah adalah puncak tujuan seseorang hamba. Maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepada-Nya, tidak usahlah kau hiraukan berapa banyak amal perbuatanmu; meskipun masih sangat sedikit amal kebaikanmu sekalipun. Sebab ma’rifat merupakan suatu karunia pemberian langsung dari Allah, maka ia sekali-kali tidak bergantung pada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Fitrah manusia mengenal Allah, baik dalam pengertian ‘aam (umum) maupun dalam arti khush (khusus). Yang dimaksud mengenal Allah dalam pengertian umum ialah pengenalan iman kepada Allah, sebagaimana yang dikaji dalam ‘aqoidul iman yang sangat mendasar. Itulah ilmu tauhid yang disebut sebagai inti agama. Atau pokok dari segala yang pokok. Dengan kata lain, tauhid merupakan keyakinan yang paling dasar untuk diajarkan kepada setiap manusia sebelum lebih jauh menjalar pada aspek-aspek lain dalam agama.
Adapun yang dimaksud pengenalan secara khusus ialah mengenal Allah dalam arti Ma’rifatullah (melihat Allah) dengan matahati. Maka ia melihat “Tak ada perbuatan yang bertebaran di alam ini , kecuali perbuatan Allah; Tak ada nama yang melekat pada suatu apapun, melainkan nama Allah; Tak ada sifat yang mewarnai diri, kecuali sifat Allah; Tak ada zat yang meliputi makhluk, melainkan Zat Allah”.
Anugrah Allah kepada hamba yang dikasihi–Nya merupakan lensa ma’rifat yang hakiki kepada-Nya. Sebab bagi orang yang tak dapat anugerah Allah, ia mengenal Tuhan mereka menurut versi angan khayal mereka. Seperti Fir’aun yang menuhankan dirinya, Namrud menuhankan patung batu (arca) dan di zaman kini banyak orang yang menuhankan sesuatu selain Allah, seperti menuhankan kekuatan alam dan teknologi. Mereka itu sebagai contoh orang yang tidak mendapat anugerah ma’rifat dari Allah.
Jika Allah telah menunjukkan kepada hamba-Nya dengan sebagian sebab-sebab sehingga ia menjadi orang yang ma’rifat, kemudian kepadanya dibukakan pintu kema’rifatan yang tetap (sakinah) sehingga ia mendapat ketenangan yang luar biasa. Dan ini merupakan nikmat yang paling besar.
Apabila kamu dibukakan pintu ma’rifat yang hakiki maka janganlah kamu hiraukan amalmu yang sedikit. Sebab di atas telah diterangkan bahwa ma’rifat itu adalah anugerah dari Allah yang datangnya tidak menggantungkan akan banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Ma’rifat adalah anugerah Allah yang didasari kasih Tuhan kepada hamba-Nya. Adapun amal ibadah sebagai persembahan hamba kepada Tuhannya. Dimisalkan; anugerah itu seperti martabat seorang budak yang diangkat oleh raja menjadi perdana menteri. Adapun amal ibadah seumpama upeti rakyat kepada rajanya. Maka betapa sangat jauh perbedaan antara keduanya.
Sesungguhnya maksud dan tujuan kebanyakan manusia memperbanyak amal kebaikan itu adalah agar mereka dapat mendekatkan (Taqarrub) dirinya kepada Allah dengan amal itu. Tetapi perlu disadari bahwa itu tidak akan berubah maksudnya karena banyak atau sedikitnya amal seorang hamba.
Dalam hal ini dapat dimisalkan seperti orang yang sedang menderita sakit, disebabkan penyakit yang dideritanya maka menjadi berkuranglah ibadahnya kepada Allah. Boleh jadi penyakit yang dideritanya itu sebagai sebab dan isyarat terbukanya pintu kema’rifatan kepada Allah.
Oleh sebab itu jangan mempunyai perasaan banyaknya amal ibadah yang tertinggal disebabkan sakit. Dengan sakit yang dideritanya itu bisa merasa dekat dengan Allah. Perasaan lapang dada, luas hatinya dan telah meninggalkan berbagai kenikmatan dunia seraya diiringi oleh rasa cinta negeri akhirat. Juga telah siap tuk meninggalkan dunia nan fana sebelum kematian itu datang. Ini juga sebagai pertanda orang yang telah mendapatkan Nur Ilahi atau anugerah Allah. Kesadarannya bahwa Allah bisa berbuat apa saja menurut kehendaknya, sebagai tanda kearifannya.
Alat untuk Ma’rifat
Alat yang digunakan untuk ma’rifat telah ada dalam diri manusia yaitu Qalbu (hati), qalbu selain alat untuk merasa juga alat untuk berfikir. Bedanya Qalbu dengan akal ialah bahwa akal tak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan. Sedangkan Qalbu bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada dan jika dilimpahi cahaya Tuhan bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan. Qalbu yang telah dibersihkan dari segala dosa dan maksiat melalui serangkaian zikir dan wirid secara teratur akan dapat mengetahu rahasia-rahasia Tuhan, yaitu saat hati tersebut disinari cahaya Tuhan.
Proses sampainya qalbu pada cahaya Tuhan ini erat kaitannya dengan dengan konsep takhalli, tahalli, tajalli. Takhalli yaitu mengosongkan diri dari akhlak yang tercela dan perbuatan maksiat melalui tobat, selanjutnya Tahalli yaitu menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan amal ibadah. Sedangkan Tajalli adalah terbukanya hijab sehingga tampak jelas cahaya Tuhan. Dengan limpahan cahaya Tuhan itulah manusia dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan. Dengan demikian ia dapat mengetahui apa-apa yang tidak bisa diketahui manusia biasa. Orang yang sudah mencapai makrifat akan memperoleh hubungan langsung dengan Allah.
Manfaat dari Ma’rifat
Semua yang ada di alam ini mutlak ada dalam kekuasaan Allah. Ketika melihat fenomena alam, idealnya kita bisa ingat kepada Allah. Puncak ilmu adalah mengenal Allah (ma'rifatullah). Kita dikatakan sukses dalam belajar bila dengan belajar itu kita semakin mengenal Allah. Jadi percuma saja sekolah tinggi, luas pengetahuan, gelar prestisius, bila semua itu tidak menjadikan kita makin mengenal Allah.
Mengenal Allah adalah aset terbesar. Mengenal Allah akan membuahkan akhlak mulia. Betapa tidak, dengan mengenal Allah kita akan merasa ditatap, didengar, dan diperhatikan selalu. Inilah kenikmatan hidup sebenarnya. Bila demikian, hidup pun jadi terarah, tenang, ringan, dan bahagia. Sebaliknya, saat kita tidak mengenal Allah, hidup kita akan sengsara, terjerumus pada maksiat, tidak tenang dalam hidup, dan sebagainya.
Ciri orang yang ma'rifat adalah laa khaufun 'alaihim wa lahum yahzanuun. Ia tidak takut dan sedih dengan urusan duniawi. Karena itu, kualitas ma'rifat kita dapat diukur. Bila kita selalu cemas dan takut kehilangan dunia, itu tandanya kita belum ma'rifat. Sebab, orang yang ma'rifat itu susah senangnya tidak diukur dari ada tidaknya dunia. Susah dan senangnya diukur dari dekat tidaknya ia dengan Allah. Maka, kita harus mulai bertanya bagaimana agar setiap aktivitas bisa membuat kita semakin kenal, dekat dan taat kepada Allah.
Salah satu ciri orang ma'rifat adalah selalu menjaga kualitas ibadahnya. Terjaganya ibadah akan mendatangkan tujuh keuntungan hidup.
Per Kedua, memiliki kekuatan menghadapi cobaan hidup. Kekuatan tersebut lahir dari terjaganya keimanan.
Ketiga, Allah akan mengaruniakan ketenangan dalam hidup. Tenang itu mahal harganya. Ketenangan tidak bisa dibeli dan ia pun tidak bisa dicuri. Apa pun yang kita miliki, tidak akan pernah ternikmati bila kita selalu resah gelisah.
Keempat, seorang ahli ibadah akan selalu optimis. Ia optimis karena Allah akan menolong dan mengarahkan kehidupannya. Sikap optimis akan menggerakkan seseorang untuk berbuat. Optimis akan melahirkan harapan. Tidak berarti kekuatan fisik, kekayaan, gelar atau jabatan bila kita tidak memiliki harapan.
Kelima, seorang ahli ibadah memiliki kendali dalam hidupnya, bagaikan rem pakem dalam kendaraan. Setiap kali akan melakukan maksiat, Allah SWT akan memberi peringatan agar ia tidak terjerumus. Seorang ahli ibadah akan memiliki kemampuan untuk bertobat.
Keenam, selalu ada dalam bimbingan dan pertolongan Allah. Bila pada poin pertama Allah sudah menunjukkan jalan yang tepat, maka pada poin ini kita akan dituntun untuk melewati jalan tersebut.
Ketujuh, seorang ahli ibadah akan memiliki kekuatan ruhiyah, tak heran bila kata-katanya bertenaga, penuh hikmah, berwibawa dan setiap keputusan yang diambilnya selalu tepat.
Kemampuan Manusia untuk melakukan Ma’rifat
Allah menciptakan manusia dengan sempurna yaitu diberikannya bentuk tubuh yang baik, akal pikiran dan nafsu, kemudian manusia itu sendiri yang menentukan mampu atau tidaknya menggunakan pemberian Allah dengan baik (QS. Attin: 4-5). Ruh sebagai power untuk menghidupkan seluruh anggota badan, Akal sebagai alat untuk menerima ilmu pengetahuan atau untuk mengetahui hakikat sesuatu secara logis tanpa mempertimbangkan hal-hal yang irasional, anggota tubuh seperti panca indra yang hanya dapat merealisasikan secara indrawi tanpa mempertimbangkan pernghalangnya. Dari semua anggota tubuh manusia hanya Hati yang dapat menerima sesuatu yang mutlak dari Allah yang maha kuasa karena hati adalah sebagai tuan dari anggota tubuh, semua aktivitas anggota tubuh digerakkan oleh hati dan hati adalah Allah yang menggerakkan.
" Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya " (QS.Al Bayyinah:4-6).
" Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi manusia kebanyakan tidak bersyukur " (QS.Al Baqarah:243), (Al Mu'min:61), (Yunus:60).
" Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendakinya diantara hamba-hamba Nya " (QS.Al Baqarah:90).
“Aku datangi pintu surga di hari qiyamat, lalu aku dibukakan. Maka sang penjaga syurga bertanya, “Siapa anda?”
Aku katakan, “Muhammad,”. Lalu dia berkata, “Demi dirimulah aku diperintahkan agar tidak membuka (pintu syurga) bagi siapa pun sebelum dirimu…”
Ahlul Ilmi Billah (para Ulama Billah) telah mengetahui bahwa syurga adalah pintu kebajikan Ilahi yang abadi. Tidak akan dibuka kecuali dibuka oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw, dan dialah sang pembuka bagi kebaikan dunia dan akhirat. Mengetahui akan perilakunya merupakan rahasia pengetahuan pada Allah Ta’ala. Siapa yang ingin dibukakan pintu-pintu kebaikan dunia dan akhirat, ia harus menggantung pada nya. Karena disana tersembunyi rahasia ma’rifat.
Hakikat ilmu ma’rifat
Ilmu ma’rifat adalah ilmu tentang Allah Ta’ala. Yaitu Cahaya dari Cahaya-cahaya Yang Maha Agung, dan perilaku dari berbagai perilaku utama.
Dengan pengetahuan ma’rifat itu Allah memuliakan hati para cendekiawan, kemudian Allah merias dengan keindahanNya yang bajik, dan keagunganNya.
Dengan ma’rifat pula, Allah mengistemewakan ahli kewalian dan pecintaNya.
Dengan ma’rifat Allah memuliakannya di atas seluruh ilmu mana pun. Manusia, mayoritas alpa atas kemuliaan ma’rifat, bodoh atas kelembutan-kelembutan ma’rifat, lupa atas keagungan getarannya, apalagi mereka juga lupa atas makna-makna terdalamnya, yang tak akan ditemui kecuali oleh orang yang memiliki hati yang berserasi denganNya.
Ilmu ma’rifat ini merupakan asas, dasar, dimana seluruh ilmu pengetahuan dibangun. Dengannya pula kebajikan dua rumah dunia dan akhirat tergapai, kemuliaan terengkuh.
Dengan ilmu ma’rifat, aib-aib diri terkuak. Anugerah Ilahi dikenal, keagunganNya diketahui, begitu pula keparipurnaan KuasaNya.
Dengan ilmu ma’rifat itu, rahasia hamba terbang dengan sayap-sayap ma’rifat, dalam kelembutan sutera Qudrat, berjalan menuju pangkal kemuliaan. Berwisata di taman Al-Quds. Maka seluruh ilmu manakala tidak ber[padu dengan ma’rifat tidak pernah sempurna. Dan amal perbuatan tidak akan rusak kecuali jika mailmu ma’rifat itu sirna. Tidak ada yang menghuni pengetahuan itu kecuali hati yang dipandang oleh Allah Ta’ala, dengan pandangan Kasih dan Sayang. Kemudian Allah menteskan hujan penghayatan pemahaman yang dalam, lalu menabur aroma yaqin dan kecerdasan. Allah menjadikannya sebagai tempat akal dan firasat, menyucikannya dari kotoran kebodohan dan kealpaan, meneranginya dengan dian-dian ilmu dan hikmah. Allah swt berfirman:
Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dari kalian, dan orang-orang yang diberi ilmu (tentang Allah).
Setiap arif pastilah takut penuh rasa cinta dan bertaqwa menurut kadar pengetahuannya pada Allah ta’ala, karena firmanNya:
“Sesungguhnya yang takut penuh cinta pada Allah dari hamba-hambaNya adalah para Ulama (billah)”.
Dengan cahayaNya godaan syetan bisa dikenal, sekaligus bisa menjadi pertahanan atas tindak maksiat dan dosa, peringatan bagi bencana-bencana hasrat.
Allah swt, berfirman:
“Bukankah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah bagi Islam adalah orang yang berada dalam pancaran cahaya Tuhannya?”
“Siapa pun yang Allah tidak menjadikan baginya cahaya, maka baginya tidak mendapatkan cahaya.”
Dalam hadits dijelaskan, “Sebagian ilmu ada yang seperti perbendaharaan terpendam, dimana tidak diketahui kecuali oleh ahlul ilmi (Ulama) Billah, dan tidak diingkatri kecuali oleh kalangan yang terkena tipudaya.
Ada seseorang datang kepada Nabi saw, lalu bertanya, “Amal apakah paling utama?” Nabi saw, menjawab, “Mengetahui Allah.”
Aku (Allah) adalah perbendaharaan yang tersembunyi (Ghaib), Aku ingin memperkenalkan siapa Aku, maka aku ciptakanlah mahluk. Oleh karena itu Aku memperkenalkan DiriKu kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku (Hadits Qudsi)
Pendahuluan
Sebelum kita melangkah lebih lanjut dengan pembahasan mengenai Ma’rifat, maka ada baiknya kita memahami dulu apa sebenarnya Tasawuf itu. Karena Ma’rifat sangat erat hubungannya dengan tasawuf.
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf, Harun Nasution, misalnya menyebutkan 5 istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah, (orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa yunani : hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan kata ini bisa saja dihubungkan dengan Tasawuf.
Sedangkan dari segi Linguistik (kebahasaan) Tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Sedangkan dari segi istilah Tasawuf adalah upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Tasawuf adalah merupakan bagian dari perkembangan ilmu Islam. Tasawwuf selalu menjadi perbincangan dalam setiap kurun waktu seiring dengan perjalanan sejarah umat Islam itu sendiri.
Tasawwuf adalah fase kelanjutan umat islam dalam pencariannya terhadap Dzat Tunggal. Mereka berupaya mendaki maqam-maqam tasawwuf. Diantara konsep taswwuf tentang maqamat, terma ma’rifat termasuk yang menrik untuk dikaji lebih mendalam.
Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawwuf adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an dan Hadits dengan tujuan utamanya amar ma'ruf nahi munkar.
Pengertian Ma’rifat
Dari segi bahasa Ma’rifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang bisa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifat adalah pengetahuan yang objeknya bukan pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam bathinnyadengan mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui hakikat ketuhanan dan hakikat itu satu dan segala yang maujud berasal dari yang satu. Selanjutnya ma’rifat digunakan untuk menunjukkan pada salah satu tingkatan dalam tasawuf. Ma’rifat muncul seiring dengan adanya istilah Tasawwuf, dimana dalam Tasawwuf (dalam hal ini para sufi ‘) berusaha melakukan pendekatan dan pengenalan kepada Allah untuk mencapai tingkat ma’rifatullah yang tinggi. Disaat itulah mulai dikenal istilah Ma’rifat.
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi atas ma’rifat, ada baiknya kita mendalami kata ini secara komprehensif menurut pandangan dari sufi pertama yang berbicara tentang ma’rifat yang spesifik tentang tasawwuf yaitu Dzunnun al-Mishri, beliau berpendapat bahwa “Ma’rifat Sufistik pada hakekatnya adalah ‘irfan atau Gnost. Tujuan ma’rifat menurut beliau adalah berhubungan dengan Allah, musyahadat terhadap wajah Allah dengan kendalinya jiwa basyariyah kepada eksistensinya yang inhern, wasilahnya dan mujahadah olah spiritual. Ma’rifat datang ke hati dalam bentuk kasyf dan Ilham.
Dalam arti Sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui hati sanubari. Pengetahuan ini lengkap dan jelas sehingga jiwa merasa satu dengan Allah.
Prof DR Harun Nasution, mengatakan bahwa ma’rifat menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan dengan sanubari. Dalam artian mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati-sanubari dapat melihat Tuhan. Oleh karena itu orang-orang sufi mengatakan :
1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu yang dilihatnya hanyalah Allah.
2. Makrifat adalah cermin, kalau seorang yang arif melihat ke cermin maka yang dilihatnya hanyalah Allah.
3. Yang dilihat orang arif saat tidur dan bangun hanyalah Allah.
4. Sekiranya Ma’rifat mengambil bentuk materi, semua orang yang melihatnya akan mati karena tak tahan melihat kecantikan dan bentuk keindahannya, dan semua cahaya akan menjadi gelap disamping cahaya keindahan yang gilang gemilang.
Dari beberapa definisi di atas dapat kita fahami bahwa ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia Allah dengan hati sanubari. Tujuan yang ingin dicapai ma’rifat adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan.
Sebagaimana dikemukakan al-Kalazabi, ma’rifat datang sesudah mahabbah, hal ini disebabkan karena ma’rifat lebih mengacu pada pengetahuan sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan.
Ma’rifat dalam arti harfiah adalah Pengenalan seorang Hamba terhadap Tuhannya, dalam hal ini adalah Allah, karena tujuan utama dari seorang hamba adalah mengenal Tuhannya dengan baik dan berusaha mencintaiNya.
Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajad/level yang tinggi. "(Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya." (QS. 5: 54). Dalam tasawuf, setelah di raihnya maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan lain lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah). Ma’rifat kepada Allah adalah puncak tujuan seseorang hamba. Maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepada-Nya, tidak usahlah kau hiraukan berapa banyak amal perbuatanmu; meskipun masih sangat sedikit amal kebaikanmu sekalipun. Sebab ma’rifat merupakan suatu karunia pemberian langsung dari Allah, maka ia sekali-kali tidak bergantung pada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Fitrah manusia mengenal Allah, baik dalam pengertian ‘aam (umum) maupun dalam arti khush (khusus). Yang dimaksud mengenal Allah dalam pengertian umum ialah pengenalan iman kepada Allah, sebagaimana yang dikaji dalam ‘aqoidul iman yang sangat mendasar. Itulah ilmu tauhid yang disebut sebagai inti agama. Atau pokok dari segala yang pokok. Dengan kata lain, tauhid merupakan keyakinan yang paling dasar untuk diajarkan kepada setiap manusia sebelum lebih jauh menjalar pada aspek-aspek lain dalam agama.
Adapun yang dimaksud pengenalan secara khusus ialah mengenal Allah dalam arti Ma’rifatullah (melihat Allah) dengan matahati. Maka ia melihat “Tak ada perbuatan yang bertebaran di alam ini , kecuali perbuatan Allah; Tak ada nama yang melekat pada suatu apapun, melainkan nama Allah; Tak ada sifat yang mewarnai diri, kecuali sifat Allah; Tak ada zat yang meliputi makhluk, melainkan Zat Allah”.
Anugrah Allah kepada hamba yang dikasihi–Nya merupakan lensa ma’rifat yang hakiki kepada-Nya. Sebab bagi orang yang tak dapat anugerah Allah, ia mengenal Tuhan mereka menurut versi angan khayal mereka. Seperti Fir’aun yang menuhankan dirinya, Namrud menuhankan patung batu (arca) dan di zaman kini banyak orang yang menuhankan sesuatu selain Allah, seperti menuhankan kekuatan alam dan teknologi. Mereka itu sebagai contoh orang yang tidak mendapat anugerah ma’rifat dari Allah.
Jika Allah telah menunjukkan kepada hamba-Nya dengan sebagian sebab-sebab sehingga ia menjadi orang yang ma’rifat, kemudian kepadanya dibukakan pintu kema’rifatan yang tetap (sakinah) sehingga ia mendapat ketenangan yang luar biasa. Dan ini merupakan nikmat yang paling besar.
Apabila kamu dibukakan pintu ma’rifat yang hakiki maka janganlah kamu hiraukan amalmu yang sedikit. Sebab di atas telah diterangkan bahwa ma’rifat itu adalah anugerah dari Allah yang datangnya tidak menggantungkan akan banyak atau sedikitnya amal kebaikan.
Ma’rifat adalah anugerah Allah yang didasari kasih Tuhan kepada hamba-Nya. Adapun amal ibadah sebagai persembahan hamba kepada Tuhannya. Dimisalkan; anugerah itu seperti martabat seorang budak yang diangkat oleh raja menjadi perdana menteri. Adapun amal ibadah seumpama upeti rakyat kepada rajanya. Maka betapa sangat jauh perbedaan antara keduanya.
Sesungguhnya maksud dan tujuan kebanyakan manusia memperbanyak amal kebaikan itu adalah agar mereka dapat mendekatkan (Taqarrub) dirinya kepada Allah dengan amal itu. Tetapi perlu disadari bahwa itu tidak akan berubah maksudnya karena banyak atau sedikitnya amal seorang hamba.
Dalam hal ini dapat dimisalkan seperti orang yang sedang menderita sakit, disebabkan penyakit yang dideritanya maka menjadi berkuranglah ibadahnya kepada Allah. Boleh jadi penyakit yang dideritanya itu sebagai sebab dan isyarat terbukanya pintu kema’rifatan kepada Allah.
Oleh sebab itu jangan mempunyai perasaan banyaknya amal ibadah yang tertinggal disebabkan sakit. Dengan sakit yang dideritanya itu bisa merasa dekat dengan Allah. Perasaan lapang dada, luas hatinya dan telah meninggalkan berbagai kenikmatan dunia seraya diiringi oleh rasa cinta negeri akhirat. Juga telah siap tuk meninggalkan dunia nan fana sebelum kematian itu datang. Ini juga sebagai pertanda orang yang telah mendapatkan Nur Ilahi atau anugerah Allah. Kesadarannya bahwa Allah bisa berbuat apa saja menurut kehendaknya, sebagai tanda kearifannya.
Alat untuk Ma’rifat
Alat yang digunakan untuk ma’rifat telah ada dalam diri manusia yaitu Qalbu (hati), qalbu selain alat untuk merasa juga alat untuk berfikir. Bedanya Qalbu dengan akal ialah bahwa akal tak bisa memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan. Sedangkan Qalbu bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada dan jika dilimpahi cahaya Tuhan bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan. Qalbu yang telah dibersihkan dari segala dosa dan maksiat melalui serangkaian zikir dan wirid secara teratur akan dapat mengetahu rahasia-rahasia Tuhan, yaitu saat hati tersebut disinari cahaya Tuhan.
Proses sampainya qalbu pada cahaya Tuhan ini erat kaitannya dengan dengan konsep takhalli, tahalli, tajalli. Takhalli yaitu mengosongkan diri dari akhlak yang tercela dan perbuatan maksiat melalui tobat, selanjutnya Tahalli yaitu menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan amal ibadah. Sedangkan Tajalli adalah terbukanya hijab sehingga tampak jelas cahaya Tuhan. Dengan limpahan cahaya Tuhan itulah manusia dapat mengetahui rahasia-rahasia Tuhan. Dengan demikian ia dapat mengetahui apa-apa yang tidak bisa diketahui manusia biasa. Orang yang sudah mencapai makrifat akan memperoleh hubungan langsung dengan Allah.
Manfaat dari Ma’rifat
Semua yang ada di alam ini mutlak ada dalam kekuasaan Allah. Ketika melihat fenomena alam, idealnya kita bisa ingat kepada Allah. Puncak ilmu adalah mengenal Allah (ma'rifatullah). Kita dikatakan sukses dalam belajar bila dengan belajar itu kita semakin mengenal Allah. Jadi percuma saja sekolah tinggi, luas pengetahuan, gelar prestisius, bila semua itu tidak menjadikan kita makin mengenal Allah.
Mengenal Allah adalah aset terbesar. Mengenal Allah akan membuahkan akhlak mulia. Betapa tidak, dengan mengenal Allah kita akan merasa ditatap, didengar, dan diperhatikan selalu. Inilah kenikmatan hidup sebenarnya. Bila demikian, hidup pun jadi terarah, tenang, ringan, dan bahagia. Sebaliknya, saat kita tidak mengenal Allah, hidup kita akan sengsara, terjerumus pada maksiat, tidak tenang dalam hidup, dan sebagainya.
Ciri orang yang ma'rifat adalah laa khaufun 'alaihim wa lahum yahzanuun. Ia tidak takut dan sedih dengan urusan duniawi. Karena itu, kualitas ma'rifat kita dapat diukur. Bila kita selalu cemas dan takut kehilangan dunia, itu tandanya kita belum ma'rifat. Sebab, orang yang ma'rifat itu susah senangnya tidak diukur dari ada tidaknya dunia. Susah dan senangnya diukur dari dekat tidaknya ia dengan Allah. Maka, kita harus mulai bertanya bagaimana agar setiap aktivitas bisa membuat kita semakin kenal, dekat dan taat kepada Allah.
Salah satu ciri orang ma'rifat adalah selalu menjaga kualitas ibadahnya. Terjaganya ibadah akan mendatangkan tujuh keuntungan hidup.
Per Kedua, memiliki kekuatan menghadapi cobaan hidup. Kekuatan tersebut lahir dari terjaganya keimanan.
Ketiga, Allah akan mengaruniakan ketenangan dalam hidup. Tenang itu mahal harganya. Ketenangan tidak bisa dibeli dan ia pun tidak bisa dicuri. Apa pun yang kita miliki, tidak akan pernah ternikmati bila kita selalu resah gelisah.
Keempat, seorang ahli ibadah akan selalu optimis. Ia optimis karena Allah akan menolong dan mengarahkan kehidupannya. Sikap optimis akan menggerakkan seseorang untuk berbuat. Optimis akan melahirkan harapan. Tidak berarti kekuatan fisik, kekayaan, gelar atau jabatan bila kita tidak memiliki harapan.
Kelima, seorang ahli ibadah memiliki kendali dalam hidupnya, bagaikan rem pakem dalam kendaraan. Setiap kali akan melakukan maksiat, Allah SWT akan memberi peringatan agar ia tidak terjerumus. Seorang ahli ibadah akan memiliki kemampuan untuk bertobat.
Keenam, selalu ada dalam bimbingan dan pertolongan Allah. Bila pada poin pertama Allah sudah menunjukkan jalan yang tepat, maka pada poin ini kita akan dituntun untuk melewati jalan tersebut.
Ketujuh, seorang ahli ibadah akan memiliki kekuatan ruhiyah, tak heran bila kata-katanya bertenaga, penuh hikmah, berwibawa dan setiap keputusan yang diambilnya selalu tepat.
Kemampuan Manusia untuk melakukan Ma’rifat
Allah menciptakan manusia dengan sempurna yaitu diberikannya bentuk tubuh yang baik, akal pikiran dan nafsu, kemudian manusia itu sendiri yang menentukan mampu atau tidaknya menggunakan pemberian Allah dengan baik (QS. Attin: 4-5). Ruh sebagai power untuk menghidupkan seluruh anggota badan, Akal sebagai alat untuk menerima ilmu pengetahuan atau untuk mengetahui hakikat sesuatu secara logis tanpa mempertimbangkan hal-hal yang irasional, anggota tubuh seperti panca indra yang hanya dapat merealisasikan secara indrawi tanpa mempertimbangkan pernghalangnya. Dari semua anggota tubuh manusia hanya Hati yang dapat menerima sesuatu yang mutlak dari Allah yang maha kuasa karena hati adalah sebagai tuan dari anggota tubuh, semua aktivitas anggota tubuh digerakkan oleh hati dan hati adalah Allah yang menggerakkan.
" Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya " (QS.Al Bayyinah:4-6).
" Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi manusia kebanyakan tidak bersyukur " (QS.Al Baqarah:243), (Al Mu'min:61), (Yunus:60).
" Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendakinya diantara hamba-hamba Nya " (QS.Al Baqarah:90).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kami akan menghapus komentar yang berkata kasar, melanggar sara,pornografi,dll