YAYASAN ASY SYAHIDAH TAUHID "RUMAH SINGGAH - TAHFIDZUL QUR'AN" , Bank Sumut Cab. Tembung Rek. 109.02.04.014299-9 an. Yayasan As Syahidah Tauhid

AKTE NOTARIS : NO. 25 TANGGAL 30 JUNI 2008,NIDA HUSNA SH. NSM : 4 1 2 1 2 1 0 1 7 5 0 1, NPWP : 31.320.826.6-125.000
Computer Tips Download
KONFIRMASI SEDEKAH SMS 087766100854(Konfirmasi Anda Sangat Kami Butuhkan)

Belajar Al Qur'an OnLine

Sabtu, 07 Mei 2011

PETUNJUK LANGSUNG DARI ALLAH SWT

Bismillahirrahmaanirrahiim
Sedikit sekali orang, bahkan yang dinisbatkan sebagai ulama, meyakini bahwa setiap manusia punya potensi yang sama untuk dapat menerima petunjuk langsung dari Allah Ta’ala. Sebahagian besar berpendapat bahwa yang dapat menerima petunjuk langsung hanyalah para Nabi dan orang-orang terdahulu.

Bahkan sebagian lagi ‘mengkafirkan’ pendapat yang menyatakan bahwa manusia dapat menerima petunjuk langsung, semata-mata karena ia tidak menyadari dan merasakannya.

Dalam al Qur’an seperti dijelaskan di surat 64:11 dan 10:9, setiap manusia dapat menerima petunjuk langsung dari-Nya sangat eksplisit disampaikan oleh Allah. Tidak ada pengkhususan untuk para Nabi atau orang-orang tertentu, namun untuk menerima petunjuk itu syaratnya adalah Iman. Keimanan seperti apa yang menjadi syarat, semoga Allah memberikan taufik untuk dapat kita bahas pada waktu berikutnya.

Petunjuk langsung ini medianya adalah qalbu, bukan akal otak. Karenanyalah Allah Ta’ala menurunkan al Qur’an kepada Nabi Saw bukan kepada akalnya tetapi kepada qalbunya.

Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan. (QS. 26:192-194)

Karena petunjuk langsung tersebut medianya adalah qalbu (bukan akal otak), maka menyiapkannya kebersihannya memegang peran yang amat penting. Wajarlah apabila Rasulullah Saw berkata dalam sebuah hadits, bahwa hatilah tempat jatuhnya pandangan dari Allah Ta’ala.

Qalbu yang tidak dapat menerima petunjuk langsung dari Allah Ta’ala, sering disebut di al Qur’an sebagai qalbu yang ditutup, dikunci atau buta.

Dan barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan.(QS. 17:72)

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.(QS. 22:46)

Banyak sekali (mungkin termasuk kita) tidak menyadari bahwa hati kita buta. Bahkan dengan yakinnya kita merasa bahwa kita telah beriman, dan kebutaan adalah milik orang lain. Kalau hal ini terjadi dalam diri kita, maka hal ini menyebabkan demikian ayat-ayat al Qur’an yang sesungguhnya merupakan cermin buat diri kita, menjadi tidak bermakna.

Cobalah kita lihat, betapa ketika kita membaca ayat-ayat yang menjelaskan tentang orang-orang kafir yang ditutup hatinya, maka dalam persepsi akal kita langsung menunjuk kepada orang lain diluar golongan kita, apakah orang yang di luar agama yang kita peluk atau bahkan orang-orang yang diluar jamaah atau kelompoknya. Tidak terbesit sedikitpun kesadaran, bahwa ayat itu sedang berkata tentang diri kita.

Padahal kalau kita mencoba menyadari, "bahwa boleh jadi yang dimaksud ayat-ayat tersebut adalah diri kita sendiri", maka dalam ayat-ayat selanjutnya dijelasakan penyebab-penyebabnya dan solusi untuk keluar dari hal tsb.

Ah subhanallah, sungguh tiada yang dapat mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang berserahdiri kepada-Nya.

Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri. (QS.16:89)

Qalbu yang saliim atau qalbu yang bersih, inilah anak kunci dalam mengenal Allah Ta’ala. Melaluinya lah seorang manusia akan dapat ‘mencerap’ petunjuk yang Allah Ta’ala limpahkan kepadanya. Apalah jadinya manakala qalbu kita dipenuh sesaki oleh patung-patung, anjing dan gambar-gambar? Tentu tiada tempat untuk Allah Ta’ala, sehingga wajarlah apabila malaikat rahmat tidak mau memasukinya!

Kita tiap hari minimal 17 kali berdoa kepada Allah Ta’ala, "Yaa Allah tunjukilah saya kepada Shiraath al Mustaqiim", ketahuilah bahwa bagaimana mungkin Allah Ta’ala akan memberi petunjuk kepada kita, kalau media Allah mencurahkan petunjuk (yaitu qalbu) tidak pernah dipersiapkan dan diperhatikannya?

Karena itu wajarlah apabila Allah Ta’ala berkata:

Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keberserahdirian (subulussalam), dan Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan MEMBERI PETUNJUK mereka ke shiraath al mustaqiim. (QS. 5:16)

Sungguh ayat tersebut dengan indah telah memberikan penjelasan kepada kita untuk menuju shiraath al mustaqiim.

Pertama, yaitu mencari dan mengikuti keridlaan Allah.

Kedua, Akan dikeluarkan dari gelap kepada cahaya.

Ketiga, Akan diberikan petunjuk oleh Allah.

Apabila kita menghubungkan dengan QS 64:11 dan 10:9, dimana disana dikatakan bahwa syarat petunjuk langsung dari Allah adalah keimanan yang haq, maka pada ayat diatas dipertegas lagi bahwa iman yang menjadi syarat bukanlah iman yang sekedar definitif hasil dari belajar kitab-kitab! Tetapi iman yang berupa cahaya Allah, yang dilimpahkan kepada qalbu seorang hamba untuk mengeluarkannya dari kegelapan qalbu. Dan cahaya Allah ini merupakan anugerah-Nya akibat seorang hamba berusaha mencari dan mengikuti ke ridlaan Allah.

Mungkin menjadi penting bagi kita sekarang mencari tahu, apakah yang dimaksud mencari ridla Allah itu? Semoga kita termasuk orang-orang yang benar-benar mencari ridla Allah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kami akan menghapus komentar yang berkata kasar, melanggar sara,pornografi,dll